Sumbawa, TamaNews.id – Petani di Nusa Tenggara Barat (NTB), terutama di Kabupaten Sumbawa, kini berada di ujung tanduk. Bukan hanya karena cuaca, melainkan kondisi jaringan irigasi yang sudah uzur dan perawatan yang minim, mengancam ketersediaan air vital untuk lahan pertanian.
Jumat (14/11/2025), Kepala Sekretariat Komisi Irigasi Provinsi NTB, Juraedah Dwi Anggraeni, ST, M.Sc, atau akrab disapa Ewiw, membeberkan bahwa persoalan ini adalah bom waktu.
“Jaringan irigasi kita banyak yang sudah tua dan belum direhabilitasi. Selain itu, operasi dan pemeliharaan juga belum berjalan optimal. Sama seperti jalan, kalau terus digunakan tapi tidak dirawat, pasti rusak,” tegas Ewiw.
Bencana dari Hulu: Sedimen dan Sampah Menjerat Saluran Air
Masalah infrastruktur ini diperparah oleh kerusakan parah di daerah hulu akibat penebangan liar dan tambang ilegal. Akibatnya, sedimen dan sampah membanjiri saluran, menyebabkan debit air yang sampai ke sawah anjlok drastis.
“Kalau hutan di hulu rusak, material sedimen akan terbawa ke saluran irigasi. Akibatnya, air tidak bisa mengalir dengan baik. Misalnya, air yang harusnya 1 liter per detik, bisa turun jadi hanya 0,5 liter per detik,” jelas salah satu penelaah teknis kebijakan di Dinas PUPR NTB ini.
Dampaknya sudah terasa pedih: banyak petani di Sumbawa mengalami gagal tanam dan gagal panen karena air tak kunjung tiba.
Satgas Khusus dan Konservasi sebagai Solusi Jangka Panjang
Menyikapi krisis ini, Pemkab Sumbawa telah bergerak cepat. Satuan tugas (Satgas) pengawalan dan distribusi air dibentuk melalui SK Bupati Nomor 1055 Tahun 2025. Satgas ini melibatkan TNI, Polri, Dinas PUPR, Dinas Pertanian, hingga Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).
Ewiw menjelaskan, pembentukan tim distribusi air ini adalah salah satu rekomendasi dari Komisi Irigasi yang bertugas mengoordinasikan pengelolaan sistem irigasi, termasuk pembagian kewenangan antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Lebih dari sekadar bagi-bagi air, Komisi Irigasi juga mendesak upaya konservasi. Kerusakan daerah tangkapan air harus diatasi dengan penanaman kembali di hulu dan pembangunan embung.
“Kami dorong petani dan masyarakat untuk melakukan konservasi. Kita harus menanam kembali di daerah hulu agar air hujan bisa diserap tanah, bukan langsung mengalir dan saat ini menjadi banjir,” tegasnya.
Ewiw pun menyambut baik gerakan menanam pohon yang didorong oleh Bupati Sumbawa sebagai langkah vital untuk memperkuat daerah tangkapan air dan menjamin keberlanjutan irigasi.