Mataram, TamaNews.id – Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal, mengungkapkan bahwa Provinsi NTB menghadapi pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) dari Pemerintah Pusat untuk tahun anggaran 2026 yang nilainya mencapai lebih dari Rp1 triliun. Pemangkasan ini berimbas pada penurunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) NTB menjadi sekitar Rp5,5 triliun dari estimasi sebelumnya Rp6,2 triliun.
Gubernur yang akrab disapa Miq Iqbal ini menekankan bahwa pemangkasan tersebut akan memengaruhi penyusunan anggaran dan program pembangunan daerah. Untuk mengatasi dampak tersebut, Pemerintah Provinsi NTB kini fokus dan bekerja keras untuk memaksimalkan pendapatan daerah nonpajak dari berbagai potensi dan sumber daya lokal yang dapat dikelola.
”Semangat kami untuk mencari pendapatan tambahan itu lebih kuat. Jadi sekarang tiap hari dari pagi sampai malam saya panggilin itu semua bapenda dan dinas-dinas untuk mengindentifikasi potensi yang kita miliki. Sehingga Pendapatan daerah non bajak yang kita harapkan tahun depan kita bisa maksimalkan,” ujar Miq Iqbal di hadapan Rombongan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Pendopo Gubernur pada Kamis (13/11/2025).
Kunjungan Banggar DPR RI ini sekaligus menjadi forum bagi Gubernur untuk menyampaikan masukan dan aspirasi daerah kepada Pemerintah Pusat.
Harapan Aspirasi dan Sorotan Pertumbuhan Ekonomi
Miq Iqbal mengkhawatirkan bahwa penurunan dana transfer ke daerah ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi NTB. Ia memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan pertama sempat mengalami kontraksi hingga minus 1,43 persen. Kontraksi ini didorong oleh penurunan tajam di sektor pertambangan yang mencapai minus 30 persen.
Meskipun demikian, sektor pertanian dan pariwisata berhasil menolong perekonomian sehingga kontraksi umum hanya mencapai minus 1,43 persen.
Sektor Pertanian dan Pariwisata mengalami pertumbuhan tertinggi dalam 14 tahun terakhir.
Hal ini salah satunya didorong oleh kebijakan Pemerintah Pusat yang menetapkan Harga Pokok Penjualan (HPP) gabah Rp6.500 dan HPP jagung Rp5.500, yang merupakan angka tertinggi sepanjang masa.
Usulan Revisi UU Daerah Kepulauan
Selain isu anggaran dan ekonomi, Gubernur juga secara khusus mendorong anggota Banggar DPR RI untuk meninjau ulang undang-undang mengenai daerah kepulauan.
Menurutnya, salah satu titik lemah perhitungan fiskal saat ini adalah penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU) yang hanya didasarkan pada jumlah penduduk dan luas wilayah daratan, tidak termasuk wilayah laut. Padahal, NTB sebagai provinsi kepulauan memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengawasi wilayah 0-12 mil dari garis pantai, termasuk lingkungan dan keamanannya.
”Kami sangat senang dan merasa terhormat mendapatkan kunjungan dari Banggar DPR RI, harapan kami beberapa kondisi yang ada di NTB bisa diobservasi dan juga dipertimbangkan dalam keputusan Banggar yang dalam hitungan hari beberapa hari kedepan akan membuat keputusan tentang APBN 2026,” harapnya.
Respons Banggar DPR RI
Wakil Ketua Banggar DPR RI, Dr. H. Jazilul Fawaid, menjelaskan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk memastikan kebijakan fiskal di daerah, khususnya terkait transfer ke daerah. Perubahan transfer ke daerah terjadi di Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Jazilul juga menyoroti kebijakan Presiden, yaitu Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 dan Bantuan Presiden (Banpres).
”Pertemuan siang ini ingin mengkonsolidasikan supaya kegiatan transfer ke daerah dapat melibatkan perusahaan-perusahaan lokal dan pemerintah daerah,” jelasnya.
Konsolidasi ini diharapkan dapat memastikan dana transfer memacu pembangunan di daerah yang dapat dinikmati masyarakat secara luas.
Kunjungan ini dihadiri oleh Bupati/Walikota se-NTB, Perwakilan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, serta Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemerintah Provinsi NTB.