TAMANEWS.ID — Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal menegaskan pentingnya memperkuat integrasi pembangunan tiga provinsi di kawasan Bali–Nusa Tenggara (Bali–Nusra) sebagai satu kesatuan ekonomi strategis yang kini telah diakui dalam RPJMN dan struktur pemerintahan nasional.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Iqbal dalam pertemuan pembahasan rencana kerja sama antara tiga provinsi Bali, NTB, dan NTT yang digelar di Gedung Kertha Sabha, Pendopo Gubernur Bali, kemarin.
“Pendekatan bahwa Bali–Nusa Tenggara ini adalah satu kesatuan ekonomi, the golden triangle, itu sudah diterima dalam RPJMN dan struktur pemerintahan kita,” ujar Gubernur Iqbal.
Menurutnya, konsep “Golden Triangle” atau Segitiga Emas Bali–Nusra merupakan pendekatan pembangunan yang tidak hanya memperkuat konektivitas antardaerah, tetapi juga menghadirkan diferensiasi kawasan pertumbuhan baru di bagian timur Indonesia.
“Kalau di barat ada Bintan dan IMT-GT, maka di kawasan timur selatan, Bali–Nusa Tenggara inilah yang akan menjadi episentrum pertumbuhan baru. Ketiganya saling melengkapi, bukan saling menyaingi,” tegasnya.
Ia menambahkan, potensi alam dan sosial ketiga provinsi bersifat saling melengkapi. “NTB bisa memperkuat Bali dan NTT, begitu juga sebaliknya. Tidak ada potensi yang saling memakan, justru saling memperkuat,” jelasnya.
Momentum kerja sama ini dinilai tepat karena bertepatan dengan proses penyusunan program dan anggaran tahun 2026, sehingga hasil kesepakatan dapat diimplementasikan langsung ke dalam kebijakan pembangunan daerah.
Dalam paparannya, Iqbal menyebut NTB memiliki posisi strategis sebagai penghubung antara Bali dan NTT. “NTB bisa menjadi jembatan ekonomi dan sosial antara dua provinsi ini. Bahkan dari sisi budaya, Lombok menjadi ruang transisi yang halus antara Bali dan NTT,” ujarnya.
Namun, ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi NTB, seperti keterbatasan fiskal dan angka kemiskinan yang masih sekitar 12 persen, dengan 2 persen di antaranya merupakan kemiskinan ekstrem.
Untuk mengatasinya, NTB meluncurkan program Desa Berdaya dan Desa Berdaya Transformatif di 1.166 desa dan 106 desa kemiskinan ekstrem, yang digerakkan melalui kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, NGO, dunia usaha, dan filantropi.
“Banyak NGO masuk sejak 1970-an, tapi kemiskinan tetap tinggi. Masalahnya bukan kurang program, tapi kurang orkestrasi. Pemerintah provinsi sekarang bertindak sebagai orchestrator agar semua pihak bergerak serempak dengan peta jalan yang jelas,” tegasnya.
Potensi Ekonomi NTB
NTB disebut memiliki potensi ekonomi besar. Dari sektor pertambangan, wilayah Lombok dan Sumbawa memiliki cadangan emas dan tembaga yang nilainya disebut melebihi Freeport di Papua.
Sektor pertanian juga kuat, dengan NTB sebagai penghasil jagung terbesar di Indonesia dan masuk 10 besar produsen beras nasional. Selain itu, NTB menjadi penghasil utama udang vaname, tuna, dan bawang putih.
“Potensi kami tidak kurang, tapi kami ingin belajar dari Bali dan NTT. Dari Bali tentang pengelolaan pariwisata, dari NTT tentang peternakan, sementara kami bisa berbagi tentang pengelolaan sumber daya alam dan perikanan,” kata Iqbal.
Fokus Integrasi Kawasan Bali–NTB–NTT
Ada tiga bidang utama yang menjadi fokus integrasi kawasan: konektivitas logistik, energi terbarukan, dan promosi pariwisata bersama.
- Konektivitas dan Logistik
Iqbal menilai konektivitas antardaerah masih menjadi hambatan utama. “Kami sedang membangun sistem port to port dan menyiapkan pelabuhan dalam seperti Gili Mas sebagai hub logistik, serta mengembangkan Bandara Internasional Lombok menjadi pusat penerbangan kawasan timur,” jelasnya. - Energi Hijau dan Super Grid
NTB dan NTT memiliki potensi besar untuk menjadi penyedia energi hijau melalui PLTS, angin, hidro, dan panas bumi. Iqbal mengusulkan pembangunan super grid Bali–NTB–NTT agar kebutuhan energi Bali bisa sepenuhnya disuplai dari energi terbarukan kawasan timur. - Integrasi Promosi Pariwisata
Iqbal mendorong agar ketiga provinsi menyatukan strategi promosi wisata. “Daripada promosi masing-masing, lebih baik bersama. Saat NTB promosi, sekalian membawa Bali dan NTT, begitu juga sebaliknya. Karena wisatawan melihatnya sebagai satu ekosistem: Bali–Lombok–Labuan Bajo,” paparnya.
Sinergi Peternakan dan Ekonomi Rakyat
Dalam sektor ekonomi rakyat, NTB dan NTT berkomitmen memperkuat rantai pasok peternakan. NTB telah menjadi penghubung distribusi sapi dari NTT ke pasar nasional, bahkan menembus Jabodetabek dengan 52.000 ekor per tahun.
“Kerja sama ini sangat potensial, apalagi setelah 11 tahun baru tahun lalu kami diizinkan kembali melintasi Bali untuk pengiriman hewan ternak,” ujar Iqbal sambil menyampaikan apresiasi kepada Gubernur Bali.
Pertemuan di Bali ini menjadi kick-off kerja sama ekonomi tiga provinsi, yang akan dilanjutkan dengan penandatanganan MoU di Lombok dan pembahasan teknis di NTT pada akhir tahun.
Gubernur Iqbal mengusulkan nama kerja sama ini sebagai “Kerjasama Regional Bali–NTB–NTT (KR BNN)” sebagai simbol integrasi ekonomi kawasan timur.
“Saya meyakini kerja sama Bali–NTB–NTT bukan sekadar pilihan, tapi sebuah takdir. Kita bertiga memang ditakdirkan untuk bekerja sama membangun kawasan timur Indonesia,” tutupnya.
Dukungan Bali dan NTT
Gubernur Bali, I Wayan Koster, menyambut baik inisiatif kerja sama ini. Ia menilai langkah tersebut sebagai upaya menghidupkan kembali semangat kebersamaan sejak masa Sunda Kecil berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958.
“Ini bukan nostalgia, tapi kelanjutan sejarah dan kebutuhan masa depan. Bali, NTB, dan NTT punya akar dan masa depan yang sama untuk bersinergi dan berkolaborasi,” ujarnya.
Sementara Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, berharap sinergi ini akan memperkuat ketiga provinsi baik secara ekonomi maupun kawasan.
“Pokoknya NTB, NTT, dan Bali semakin kuat dari aspek ekonomi dan kawasan. Kita mulai dari kebutuhan masing-masing,” pungkasnya.