Tamanews.id | Majelis Adat Sasak (MAS) secara resmi menganugerahkan gelar kehormatan Manggala Bhumi Sasak kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal, dalam perhelatan Festival Budaya Lombok Mirah Sasak Adi yang dirangkaikan dengan Milad ke-30 MAS di Golong, Narmada, Lombok Barat, Rabu (10/12/2025). Penganugerahan ini sekaligus menjadi momentum deklarasi “Rinjani 2025”, sebuah gerakan budaya untuk memperkuat identitas kesasakan dan menjaga kelestarian alam Lombok.
Acara yang dihadiri tokoh adat, pejabat daerah, hingga perwakilan komunitas lintas etnis ini mengusung pesan persatuan: sebumbung, sewirang, sejukung sebuah filosofi yang menekankan kebersamaan, kesetaraan, dan semangat gotong royong.
Dalam sambutannya, Gubernur Iqbal menyampaikan rasa terima kasih atas penghargaan yang ia sebut sebagai amanah besar. Menurutnya, gelar tersebut bukan semata bentuk pengakuan adat, melainkan kepercayaan untuk menjaga keharmonisan masyarakat dan alam NTB.
“Gelar ini adalah pesan agar kita terus menjaga bumi, air, gunung, dan laut. Dalam tradisi Sasak, memimpin bukan hanya mengayomi manusia, tetapi juga mengayomi alam yang menjadi sumber kehidupan,” ujar Gubernur Iqbal.
Ia menegaskan bahwa NTB adalah rumah bersama bagi seluruh suku dan agama, dan gelar adat tersebut ia terima bukan hanya sebagai putra Sasak, tetapi sebagai pemimpin seluruh masyarakat NTB. Gubernur Iqbal juga menyinggung rencana besar pemerintah provinsi untuk memperkuat sektor kebudayaan melalui pembentukan Dinas Kebudayaan NTB mulai 2026. Langkah ini, katanya, sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memastikan budaya lokal tetap menjadi fondasi kebijakan dan pembangunan daerah.
Di sisi lain, Pengerakse Agung MAS, Dr. H. Lalu Sajim Sastrawan, menegaskan bahwa seorang gubernur memiliki posisi strategis dalam struktur sosial-budaya masyarakat Lombok. Ia menjelaskan bahwa gelar Manggala Bhumi Sasak mengandung makna mendalam: manggala berarti pemimpin pemerintahan, bhumi berarti tanah tempat berpijak. Pemimpin, menurutnya, harus menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan adat dikenal sebagai prinsip Ubi-Bene dan Ubi-Patria.
“Seorang pemimpin yang tercerabut dari akar budaya akan kehilangan keseimbangan. Adat adalah penyangga dalam menjalankan pemerintahan dan dalam menjaga jati diri,” tegas Lalu Sajim.
Festival dan milad ini sekaligus menjadi ajang konsolidasi budaya untuk memastikan nilai-nilai dasar masyarakat Lombok kebersamaan, gotong royong, dan penghormatan kepada leluhur tetap diwariskan kepada generasi mendatang. Kehadiran Kajati NTB, Danrem 162/WB, pimpinan OPD, tokoh adat, camat, hingga kepala desa memperkuat pesan bahwa budaya adalah fondasi yang menyatukan seluruh elemen masyarakat.