Single News

Sengketa Tanah Arifin Efendi: Dari Sertifikat Resmi hingga Gugatan Ahli Waris Gede Bajre

Sumbawa, 8 September 2025– Perkara tanah di Kabupaten Sumbawa kembali menyeret perhatian publik. Arifin Efendi, seorang warga yang membeli tanah dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM) dari Saifuddin, Abdullah, dan A. Rahman, kini harus berhadapan dengan gugatan hukum yang diajukan oleh ahli waris almarhum Gede Bajre.

Gugatan tersebut diajukan melalui Kantor Hukum Umaiyah & Partner, sementara Arifin didampingi oleh Law Firm Raidin Anom & Partner. Persidangan telah memasuki tahap mediasi, namun proses ini dianggap tidak layak dilanjutkan karena penggugat tak pernah hadir langsung.

Mediasi Tanpa Kehadiran Principal

Dalam ruang mediasi Pengadilan Negeri Sumbawa, Senin 8 September 2025, kuasa hukum Arifin dengan tegas menolak upaya mediasi yang difasilitasi hakim mediator, Faridah. Menurutnya, mediasi akan kehilangan esensi jika pihak utama yang menggugat tidak pernah hadir.

“Kami sudah sampaikan kepada Ketua Majelis Hakim sekaligus Ketua PN Sumbawa, mediasi hanya bisa dilakukan bila principal hadir langsung, bukan sekadar diwakili kuasa hukum. Kalau tidak, maka perkara ini hanya membuang-buang energi dan uang negara,” ujar Raidin Anom, SH., MH., kuasa hukum Arifin Efendi.

Ia menilai, setiap hari negara mengeluarkan anggaran untuk persidangan, termasuk penunjukan hakim mediator. Bila perkara yang diajukan asal-asalan tetap diterima, hal itu justru mencederai martabat pengadilan.

Ia menambahkan, bahwa penggugat dengan tergugat tidak memiliki hubungan hukum karena tidak mengenal.

Dalil yang Dipatahkan

Dalam gugatan, pihak penggugat mengklaim bahwa almarhum Gede Bajre pernah membeli dua bidang tanah melalui seseorang bernama Abdullah, yang ditunjukkan dengan bukti kwitansi. Namun, Arifin dan tim hukumnya membantah dalil tersebut.

Bahkan, Abdullah sendiri yang disebut-sebut sebagai penjual dalam transaksi itu, secara terbuka menolak pengakuan tersebut. Ia menegaskan tidak pernah menjual tanah kepada Gede Bajre maupun keluarganya.

“Saya tidak mengenal Gede Bajre dan tidak pernah melakukan transaksi jual beli dengan dia,” tegas Abdullah.

Kuasa hukum Arifin menyebut, bukti-bukti yang digunakan penggugat diduga palsu. Antara lain klaim persetujuan istri Abdullah yang disebut bernama Tenri, padahal fakta hukum menunjukkan istri sah Abdullah adalah Rabaiyah, sesuai Kartu Keluarga dan akta kematian.

“Dalil-dalil itu saling bertentangan dan penuh kebohongan. Kami menduga ada penggunaan dokumen palsu. Karena itu kami sudah melaporkannya ke Polda NTB pada 5 September lalu,” tegasnya.

Arifin: Saya Pembeli yang Baik

Di sisi lain, Arifin Efendi menegaskan dirinya membeli tanah secara sah. Proses pembelian melibatkan BPN dan PPAT, serta telah memiliki sertifikat resmi sejak tahun 2014.

“Saya tidak mengenal Gede Bajre. Saya membeli tanah ini dari pemilik yang sah, dengan sertifikat resmi. Sejak itu saya membersihkan, memagari, dan mengelolanya. Tidak pernah ada yang keberatan hingga kini,” ujar Arifin.

Menurut tim hukumnya, seandainya penggugat merasa memiliki hak, seharusnya keberatan diajukan ke BPN saat sertifikat terbit. Peraturan memberi waktu 90 hari untuk itu, tetapi tidak pernah dilakukan.

Langkah Hukum Lanjutan

Kuasa hukum Arifin kini menempuh dua jalur: perdata dan pidana. Selain menghadapi gugatan di pengadilan, mereka juga telah melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke aparat Polda NTB pada 5 September kemarin dengan terlapor antara lain Sanka Suci, Siti Maryam dan Putu Candrawaty.
Laporan Pengaduan tersebut dibuktikan dengan adanya bukti tanda terima.

“Demi keadilan, demi masyarakat Sumbawa, dan demi tegaknya hukum, kami tidak akan tinggal diam. Kalau principal tidak pernah hadir di sidang, perkara ini seharusnya dihentikan. Jangan sampai peradilan kita dipermainkan dengan gugatan yang cacat formil,” tegasnya.

Dalam hal ini, Arifin membeli tanah di dua orang berbeda yang kemudian menjadi objek gugatan.

Bidang pertama, Arifin membeli tanah dari Syafruddin (bersertifikat ) seluas 20.000 meter persegi yang dibeli dari Saleh Amin yang dibeli dari Abdullah.

Bidang kedua, Arifin membeli tanah dari Abdullah dan A. Rakhman (bersertifikat) pada 7 April tahun 2014 seluas 19.990 meter persegi berdasarkan sertifikat hak milik (SHM) nomor 960 sesuai surat ukur tanggal 19 April tahun 2000 nomor 293/Br.biji/2000, dibuktikan dengan akta jual beli di notaris Efendi Winarto nomor 260 tahun 2014.

Share Now