Siang itu, langit Sumbawa tidak hanya menyimpan panas matahari, tetapi juga denyut demokrasi yang bergetar di jalanan. Suara mahasiswa menggema, berpadu dengan semangat yang sulit dibendung. Di balik spanduk yang terbentang dan orasi yang bergema, ada keyakinan: suara rakyat harus didengar, dan perubahan harus diperjuangkan.
Selasa (2/9/2025), ratusan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Sumbawa Menggugat memenuhi halaman Gedung DPRD Kabupaten Sumbawa. Mereka datang dengan wajah serius, membawa poster dan yel-yel, namun juga dengan tekad menjaga aksi tetap damai. Tabuhan kaleng dan botol mineral menjadi musik pengiring, menguatkan semangat setiap langkah.

Di depan gerbang, aparat kepolisian, Brimob, dan TNI berjaga. Namun tak ada ketegangan yang biasanya membayangi sebuah unjuk rasa. Justru ada senyum, ada ruang terbuka. Dan yang membuatnya berbeda: Bupati Sumbawa, Syarafuddin Jarot, bersama jajaran Forkopimda, keluar dari gedung dan memilih duduk bersila bersama mahasiswa di pelataran. Lingkaran besar terbentuk, menghapus sekat antara pemerintah dan rakyat.
Satu per satu perwakilan mahasiswa menyampaikan aspirasi. Ada yang bersuara lantang menuntut pengesahan RUU Perampasan Aset, ada yang mengecam lemahnya perlindungan terhadap kebebasan berpendapat, ada pula yang menolak rencana kenaikan pajak serta mendesak pengawasan ketat sektor pendidikan. Suara mereka bukan sekadar teriakan, melainkan cerminan kegelisahan banyak orang.
Bupati Jarot mendengarkan dengan khidmat. Setelah dialog berlangsung, ia berbicara tenang namun tegas.
“Alhamdulillah, hari ini mereka datang dengan damai. Terima kasih atas dukungan semua pihak sehingga kegiatan ini bisa berlangsung aman dan tertib,” ucapnya. Ia menegaskan bahwa semua aspirasi tidak akan berhenti di catatan. “Baik yang bersifat lokal maupun yang harus diteruskan ke pusat, insyaallah akan kami perjuangkan.”
Dukungan serupa datang dari Ketua DPRD Sumbawa, Nanang Nasiruddin. “Kami akan merespons dan mendukung aspirasi yang disampaikan. DPRD Kabupaten Sumbawa siap kapan saja menerima mahasiswa maupun masyarakat untuk berdialog,” ujarnya. Nanang juga sempat menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Affan Kurniawan, doa yang sejenak menghadirkan keheningan di tengah keramaian.
Aksi berakhir menjelang adzan sholat dzuhur. Tidak ada gesekan, tidak ada kericuhan. Mahasiswa pulang dengan tertib, aparat menutup pengawalan dengan senyum lega, dan halaman DPRD kembali lengang. Namun gema orasi dan semangat demokrasi masih terasa menggantung di udara.
Hari itu, Sumbawa menunjukkan wajah demokrasi yang teduh. Bahwa aspirasi bisa disampaikan dengan santun, pemerintah bisa mendengar dengan rendah hati, dan rakyat bersama pemimpinnya mampu duduk sejajar, berbicara dari hati ke hati.